Perjuangan Dwikora
Konfrontasi Malaysia terjadi sebagai akibat diproklamasikannya Federasi Malaysia yang terdiri dari Malaya, Singapura, Brunai, Sabah dan Serawak pada tanggal 16 September 1963. Proklamasi tesebut menurut pandangan Indonesia merupakan bentuk baru dari kolonialisme/Inggris di wilayah bekas jajahannya dan hal ini bertentangan dengan Indonesia yang anti kolonialisme dan imperalisme.
Sebelum Malaysia diproklamasikan, telah dibuat suatu perjanjian antara Perdana Menteri Tanah Malaya Tengku Abdul Rahman dengan Perdana Menteri Inggris Malcolm Mac Donald yang mengijinkan pangkalan Malaysia dijadikan sebagai pangkalan Militer Inggris. Isi perjanjian ini bagi Indonesia membahayakan Revolusi Indonesia, karena menjadi ancaman bagi keberadaan Indonesia.
Indonesia masih ingat sewaktu Daud Beureuh di Aceh memberontak dibantu rakyat Malaya yang mengaku sebagai saudaranya. Sewaktu Westerling melakukan pemberontakan APRA dapat meloloskan diri dengan pesawat Belanda yang berpangkalan di Singapura. Sewaktu PRRI/Permesta bergejolak dibantu oleh pesawat-pesawat asing yang memberikan bantuan senjata dan logistik yang berpangkalan di Singapura, juga tokoh-tokoh PRRI/Permesta bersembunyi di Malaya dan Singapura sewaktu dilakukan operasi militer. Indonesia berpengalaman bahwa Singapura dan Malaya telah dijadikan pangkalan militer asing yang membantu pemberontakan di Indonesia.
Alasan lain karena pembentukan Federasi Malaysia bertentangan dengan salah satu Piagam PBB tentang Dekolonisasi dan Dasa Sila Bandung yang telah disepakati oleh Bangsa-bangsa Asia dan Afrika tahun 1955 juga adanya kenyataan bahwa sebagian besar rakyat Kalimantan Utara menolak federasi tersebut terbukti adanya pemberontakan oleh TNKU pimpinan Dr. Azhari yang telah memproklamasikan berdirinya Negara Kesatuan Kalimantan Utara (NKKU).
Sebelum Federasi Malaysia diproklamasikan sebetulnya sudah dilakukan pendekatan antara Malaya, Philipina dan Indonesia melalui ”Deklarasi Manila”, “Manila Accord” dan “Pernyataan Bersama Manila” yang pada prinsipnya menyatakan bahwa masalah Asia harus diselesaikan oleh bangsa Asia dengan cara Asia. Apa yang telah disepakati di Manila telah dilanggar sendiri oleh Perdana Menteri Melayu Tengku Abdul Rahman, sehingga membuat ketersinggungan Presiden RI Sukarno dan Presiden Philipina Dias Dado Macapagal.
Sewaktu Azhari memproklamasikan berdirinya Negara Kesatuan Kalimantan Utara, Indonesia membantu dengan mengirimkan tenaga sukarelawan, gerilyawan dan bantuan logistik. Hal ini dilakukan sebagai balas budi kepada rakyat Kalimantan Utara yang telah membantu perjuangan rakyat Indonesia sewaktu melawan Belanda tahun 1946-1948 khususnya Azhari telah bergabung dengan TKR di Yogya dengan pangkat Kapten berjuang bersama rakyat Indonesia menghadapi Belanda pada Agresi Militer I dan II.
Atas bantuan Indonesia kepada perjuangan NKKU makin membuat marah Inggris dan Malaya. Inggris meningkatkan pertahanannya di Malaysia. Proklamasi NKKU dihadapi oleh Inggris dengan pengerahan pasukan ke Kalimantan Utara, akibatnya banyak rakyat dan pejuang Kalimantan Utara yang lari ke wilayah perbatasan Indonesia.
Dampak dari hal ini sewaktu dilakukan penyelidikan kehendak rakyat Sabah dan Serawak oleh misi PBB dapat dimanipulasi bahwa sebagian besar rakyat setuju dengan penggabungan dan hasil ini diterima oleh PBB. Akibatnya PBB menyetujui Proklamasi Malaysia dan diterima sebagai anggota PBB. Menghadapi sikap PBB tersebut, Indonesia melakukan protes dengan keluar dari keanggotaan PBB sejak tanggal 17 September 1963 ditunjukkan dengan pemutusan hubungan diplomatik dan hubungan dagang dengan Malaysia.
Tindakan Indonesia ini didorong oleh PKI agar pemerintah Indonesia melakukan konfrontasi total dengan Malaysia, sehingga Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia dalam bidang politik, ekonomi dan militer.
Dibidang militer disamping pengiriman gerilyawan juga mempersiapkan operasi militer menghadapi operasi militer yang dilakukan oleh Inggris dan Malaysia dibantu Australia dan Selandia Baru.
TNI AL dan TNI AU mengerahkan kekuatan kapal dan pesawat yang semula dipersiapkan untuk operasi militer Trikora, sedangkan TNI AD hanya memperkuat pertahanan wilayah Kalimantan tidak mengerahkan disposisi pasukan mengingat situasi di pulau jawa khususnya Jakarta saat itu tidak memungkinkan untuk pengerahan pasukan.
Sebetulnya sudah diupayakan untuk penyelesaian damai antara Indonesia dengan Malaysia dengan perantaraan
Thailand, namun menemui jalan buntu justru terjadi ketegangan yang makin memuncak. Malaysia mengajukan persoalan ke PBB dan memanggil pemuda untuk ikut mobilisasi wajib militer sehingga terhimpun 500.000 orang. Tindakan ini dibalas oleh Presiden Sukarno dengan menyerukan kepada Pemuda Indonesia untuk bergabung menjadi Sukarelawan sehingga terdaftar 21.000.000 orang.
Dalam Apel Besar Sukarelawan Indonesia di Jakarta tanggal 3 Mei 1964 Bung Karno menyerukan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang berisi :
- Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia.
- Bantu Perjuangan Revolusioner Rakyat-rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak dan Brunai untuk membubarkan Negara Boneka Malaysia.
Setelah mengeluarkan Dwikora, Presiden membentuk Komando Siaga yang dipimpin oleh Panglima Laksamana Madya Omar Dhani dan “Brigade Sukarelawan Tempur Dwikora” dipimpin Kolonel Sobirin Muchtar, sehingga mulailah Indonesia menerjunkan Sukarelawan di Kalimantan Utara.
Untuk menyelesaikan ketegangan, Indonesia masih berupaya untuk berunding dengan Malaysia di Tokyo tetapi gagal karena Malaysia masih berpendirian untuk penarikan mundur gerilyawan Indonesia dan justru mengajukannya ke PBB, sehingga PBB bersidang dan memenangkan klaim Malaysia.
Pada bulan Januari 1965 Malaysia diterima sebagai anggauta Dewan Keamanan PBB menggantikan Chekoslovakia, sehingga mengakibatkan keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB.
Dengan keluarnya Indonesia dari PBB makin memperuncing konfrontasi. PKI mendesak Presiden untuk membentuk Angkatan kelima Brigade Sukarelawan yang dipersenjatai dengan senjata bantuan cina, namun hal tersebut ditolak oleh Angkatan Darat. Sewaktu di Indonesia terjadi pemberontakan PKI dengan didahului penculikan Jenderal, konfrontasi tetap berlangsung.
Setelah terjadi pemberontakan PKI, Malaysia menghubungi Indonesia menawarkan jasa baik untuk membantu memberantas komunis dengan senjata dan obat-obatan tetapi bantuan tersebut ditolak.
Sejak saat itu dimulai lanjutan perundingan antara Malaysia dan Indonesia secara sembunyi-sembunyi di Bangkok Thailand. Dalam perundingan tersebut disepakati bahwa penyelesaian berdasar pada landasan persetujuan Manila. Akhir perundingan pada tanggal 11 Agustus 1966 ditandatanganinya persetujuan “Jakarta Accord” tentang penghentian konfrontasi dan normalisasi hubungan Indonesia Malaysia di gedung Pancasila Deplu Jakarta. Indonesia diwakili oleh Menlu Adam Malik dan Malaysia oleh Menlu Tun Abdul Razak disaksikan oleh Presiden RI Suharto dan Perdana Menteri Tengku Abdul Rachman.Dengan Ditandatanganinya Jakarta Accord, berakhirlah Konfrontasi dengan Malaysia dan pulihnya hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia.